Tuesday, July 1, 2014

Tarian Suku Dayak Ngaju (Kinyah)

Tari Kinyah
Kinyah adalah tarian perang suku Dayak, merupakan suatu tarian persiapan untuk membunuh dan memburu kepala musuh. Sejak akhir tahun 1900an, tradisi mengayau semakin ditinggalkan oleh semua sub suku Dayak di Kalimantan. Tetapi ada satu bagian dari tradisi itu yang masih bertahan walau saat ini sudah mulai menghilang yaitu “Kinyah”. Pada masa lalu para pemuda dayak dikalimantan harus melakukan perburuan kepala untuk bermacam-macam alasan, karena setiap sub suku dayak memiliki alasan yang berbeda-beda. Sebagi contoh anak laki-laki iban pada usia 10 tahun harus bisa mendapatkan setidaknya 1 kepala manusia, karena ini akan menunjukan bahwa anak laki-laki ini sudah memasuki usia dewasa dan dapat menikah. Persiapan fisik untuk perburuan kepala ini pada budaya dayak ngaju disebut “kinyah” atau tarian perang. Hampir semua sub suku dayak memiliki tarian perang ini. Dahulunya ini dipertunjukan dikampung-kampung untuk melihat dan mengamati pemuda mana yang akan siap dilepaskan ke hutan untuk memburu kepala siapa saja yang ia temui. Aturan perburuan kepala ini, adalah siapa saja yang bukan berasal dari kampungnya sendiri. Oleh karena itu sebelum perjanjian damai Tumbang Anoi ada 3 istilah yang sangat ditakuti; yaitu: Hapunu atau saling bunuh, hakayau atau saling potong kepala, hajipen atau saling memperbudak. Setiap anak laki-laki dayak ngaju yang berhasil mendapatkan kepala manusia akan diberi tato dibagian betisnya yang menunjukan bahwa anak ini sudah menjadi dewasa. Ada alasan lain yang dilakukan dayak ngaju zaman dahulu untuk mengayau adalah untuk keperluan upacara “Tiwah” . Tiwah adalah upacara membersihkan tulang-belulang leluhur untuk diantar ke sorga/ langit ke-7. Kepala manusia ini akan digantung di sangkaraya (pusat upacara tiwahnya) kemudian dikubrukan di dekat “sandung” atau rumah kecil tempat menaruh tulang-belulang leluhur yang ditiwahkan, dan jika orang tersebut memiliki “jipen” /atau budak, maka si-jipen ini juga akan turut dibunuh.

·         Filosofi

Tari kinyah ialah jenis tarian yang dipertontonkan kepada para tamu yang hadir dalam suatu acara tertentu dan merupakan tarian yang bernuansa keperkasaan seorang pahlawan dalam perang. Tarian ini bisa dilakukan oleh seorang laki-laki atau perempuan. Sambil menari penari memegang mandau dan telabang, kadang masih dilengkapi dengan sumpitan. Tari kinyah merupakan tradisi yang biasa dilaksanakn di daerah suku dayak, katingan, dan kahayan.

·         Sifat dan Hubungan Suku Dayak Ngaju

Menurut Tangdililing (1984) adanya unsur-unsur atau peninggalan kebudayaan Cina dalam masyarakat Dayak menunjukkan bahwa hubungan antara orang Dayak dengan orang Cina telah berlangsung sejak lama. Dalam penggunaan bahasa, banyak istilah atau kata yang bersumber dari bahasa (Cina) Khek yang digunakan oleh orang Dayak, yang dianggap sudah milik mereka mulai dari nama perabot rumah tangga sampai pada nama orang, seperti cung (gelas), po sut (korek api), sedangkan nama orang, Ahiong, Aliang dan Aheng. Begitu juga dengan nama-nama daerah seperti Pak Unam (Pakuman), Liongkong (Lie Ong Khong), dan Tainam (Tai Nam) di Kabupaten Sambas dan Pontianak pada umumnya berasal dari bahasa Cina. Kebiasaan menikmati minuman keras, seperti arak di kalangan orang Dayak, menurut Tangdililing (1984) pada mulanya merupakan kebiasaan orang Cina, akan tetapi lambat laun kebiasaan tersebut berpengaruh terhadap orang Dayak melalui pergaulan yang berlangsung di antara mereka. Selain itu, menurut Djuweng (1996) sejumlah besar kaum tua Cina dan Dayak percaya bahwa pada masa lalu terjadi asimilasi secara besar-besaran antara orang Dayak dan Cina.

·         Atribut dan Analisis Pakaian Tari Suku Ngaju


Dengan ciri khas utama properti Mandau (senjata khas suku dayak). Dan bulu burung Enggang yang terikat di lawung (ikat kepala), burung Enggang adalah jenis burung yang dianggap keramat bagi suku dayak. Ada satu properti lagi dalam tari mandau, yaitu Talawang (perisai) yang digunakan untuk melindungi diri pada waktu perang.  Orang dayak asli juga membuat tatto di tubuhnya, bukan bermaksud mengikuti tren masa kini, tetapi tatto yang dilukis di tubuh orang Dayak asli mempunyai arti tersendiri sesuai dengan kepercayaan dalam adat suku dayak. Jadi seandainya liat foto-foto orang dayak yang membawa mandau dan memainkan mandau dengan berbagai gaya, seolah-olah suku dayak adalah orang-orang yang memiliki karakter yang kejam dan bengis, apalagi kalau mendengar tragedi-tragedi yang pernah terjadi di Kalimantan. Namun tidak lah demikian, karena sifat dan karakter orang Dayak asli pedalaman justru sebaliknya, mereka memiliki sifat sabar dan ramah bahkan pemalu, karena cukup sulit membujuk orang Dayak pedalaman untuk mau di foto.

Suku Dayak Ngaju

Suku Dayak Ngaju

Suku Dayak Ngaju atau biasa di sebut Biaju adalah suku asli yang berasal dari Kalimantan Tengah. Suku Ngaju ini secara administratif merupakan suku baru dalam sensus tahun 2000. Sebelumnya suku Ngaju masuk ke dalam suku Dayak dalam sensus 1930. Secara etimologis suku Ngaju itu berarti udik. Suku Ngaju biasanya tinggal di pinggir sungai Kapuas, Kahayan, Rungan Mahuning, Barito dan Katingan bahkan ada pula yang mendiami di daerah Kalimantan Selatan.
Menurut Afdeeling Dajaklandeen tanah Biaju adalah bekas sebuah afdeling dalam Karesidenan Selatan dan Timur Borneo yang ditetapkan dalam Staatblad tahun 1898 no.178. Pada tahun 1855, daerah ini dinamakan De afdeeling groote en kleine Dayak.
·       Asal Mula Suku Dayak Ngaju

Nenek moyang Suku Dayak Ngaju dapat di selidiki dari tulisan sejarah tentang orang Dayak Ngaju. Sejarahnya nenek moyang Dayak Ngaju diyakini berasal dari kerajaan yang bertempat di lembah pegunungan Yunan Selatan. Tepatnya di Cina Barat Laut berbatasan dengan Vietnam sekarang. Mereka pindah secara besar-besaran dari daratan Asia sekitar kira-kira 3000 sampai 1500 sebelum masehi.
Menurut Tetek Tatum leluhur Dayak Ngaju merupakan diciptaan langsung oleh Ranying Hatalla Langit, yang bertugas untuk menjaga bumi dan isinya agar tidak rusak. Dan Leluhur Dayak Ngaju diturunkan dari langit yang ke tujuh menuju dunia ini dengan Palangka Bulau (Palangka artinya suci, bersih, merupakan ancak, sebagai tandu yang suci, gandar yang suci dari emas diturunkan dari langit, sering juga disebutk Ancak atau Kalangkang) diturunkan dari langit ke dalam dunia ini di empat tempat berturut-turut melalui Palangka Bulau, yaitu:
1.      Tantan Puruk Pamatuan di perhuluan Sungai Kahayan dan sungai Barito, Kalimantan Tengah, inilah orang manusia yang pertama menjadi datuknya orang-orang Dayak yang diturunkan di Tantan Puruk Pamatuan, diberi nama oleh Ranying (Tuhan Yang Maha Esa) : Antang Bajela Bulau atau Tunggul Garing Janjahunan Laut. Dari Antang Bajela Bulau maka terciptalah dua orang laki-laki yang gagah perkasa yang menteng ureh mamut yang bernama Lambung atau Maharaja Bunu dan Lanting atau Maharaja Sangen.
2.      Tantan Liang Mangan Puruk Kaminting (Bukit Kaminting), Kalimantan Tengah oleh Ranying (Tuhan YME) terciptalah seorang yang maha hebat, bernama Kerangkang Amban Penyang atau Maharaja Sangiang.
3.      Datah Takasiang, perhuluan sungai Rakaui (Sungai Malahui, Kalimantan Barat, oleh Ranying (Tuhan YME) terciptalah 4 orang manusia, satu laki-laki dan tiga perempuan, yang laki-laki bernama Litih atau Tiung Layang Raca Memegang Jalan Tarusan Bulan Raca Jagan Pukung Pahewan,  seketika itu juga menjelma menjadi Jata dan tinggal di dalam tanah di negeri yang bernama Tumbang Danum Dohong. Ketiga puteri tadi bernama Kamulung Tenek Bulau, Kameloh Buwooy Bulau, Nyai Lentar Katinei Bulau.
4.      Puruk Kambang Tanah Siang (perhuluan Sungai Barito, Kalimantan Tengah oleh Ranying (Tuhan YME) terciptalah seorang putri bernama Sikan atau Nyai Sikan di Tantan Puruk Kambang Tanah Siang Hulu Barito.

·       Sistim Kekerabatan Suku Bangsa Dayak

Kekerabatan masyarakat Dayak berdasarkan ambilineal yaitu menghitung hubungan masyarakat melalui laki-laki dan sebagian perempuan. Perkawinan yang baik adalah perkawinan dengan saudara sepupu yang kakeknya saudara sekandung (dalam bahasa Ngaju disebu hajanen). Masyarakat Dayak tidak melarang gadis-gadis mereka menikah dengan laki-laki bangsa lain asalkan laki-laki itu tunduk dengan adat istiadat.

·       Mata Pencaharian Suku Ngaju

Bercocok tanam di ladang adalah mata pencaharian masyarakat suku Dayak Ngaju. Selain bertanam padi mereka menanam ubi kayu, nanas, pisang, cabai, dan buah-buahan. Adapun yang banyak ditanam di ladang ialah buah durian dan pinang. Selain bercocok tanam mereka juga berburu rusa untuk makanan sehari-hari. Alat yang digunakan meliputi dondang, lonjo (tombak), dan ambang (parang). Masyarakat Dayak terkenal dengan seni menganyam kulit, rotan, tikar, topi, yang dijual ke Kuala Kapuas, Banjarmasin, dan Sampit.

·       Tingkatan Masyarakat Suku Ngaju

Suku Ngaju memiliki tingkatan atau susunan masyarakat yang berbeda-beda, berikut adalah tingkatannya :

1.      Kepala Kampung, yang dimasa kolonial tugasnya hanya melaksanakan perintah pegawai kolonial, dengan tugas utama menarik pajak dan mendayung perahu bagi para pegawai kolonial, apabila mengunjungi kampung lain, mengakibatkan terjadinya perbedaan kelas dalam masyarakat.

2.      Orang-orang Pantan, adalah penduduk asli yang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari diusahakan sendiri. Kewajiban mereka mematuhi perintah pimpinan, serta wajib menyediakan tenaga sukarela apabila dibutuhkan pimpinan.

3.      Orang-orang Merdeka adalah keluarga jauh para Kepala Kampung. Mereka dibebaskan dari kewajiban membayar pajak.

4.      Orang-orang Jipen, adalah golongan budak.

5.      Orang-orang Abdi adalah orang-orang yang dibeli.

Orang-orang Tangkapan atau Tawanan. Dan orang-orang Tamuei atau orang asing, mereka bukan penduduk asli.