Tari Kinyah
Kinyah adalah tarian perang suku Dayak, merupakan suatu tarian
persiapan untuk membunuh dan memburu kepala musuh. Sejak akhir tahun 1900an,
tradisi mengayau semakin ditinggalkan oleh semua sub suku Dayak di Kalimantan.
Tetapi ada satu bagian dari tradisi itu yang masih bertahan walau saat ini
sudah mulai menghilang yaitu “Kinyah”. Pada masa lalu para pemuda dayak
dikalimantan harus melakukan perburuan kepala untuk bermacam-macam alasan,
karena setiap sub suku dayak memiliki alasan yang berbeda-beda. Sebagi contoh
anak laki-laki iban pada usia 10 tahun harus bisa mendapatkan setidaknya 1
kepala manusia, karena ini akan menunjukan bahwa anak laki-laki ini sudah
memasuki usia dewasa dan dapat menikah. Persiapan fisik untuk perburuan kepala
ini pada budaya dayak ngaju disebut “kinyah” atau tarian perang. Hampir semua
sub suku dayak memiliki tarian perang ini. Dahulunya ini dipertunjukan
dikampung-kampung untuk melihat dan mengamati pemuda mana yang akan siap
dilepaskan ke hutan untuk memburu kepala siapa saja yang ia temui. Aturan
perburuan kepala ini, adalah siapa saja yang bukan berasal dari kampungnya
sendiri. Oleh karena itu sebelum perjanjian damai Tumbang Anoi ada 3 istilah
yang sangat ditakuti; yaitu: Hapunu atau saling bunuh, hakayau atau saling
potong kepala, hajipen atau saling memperbudak. Setiap anak laki-laki dayak
ngaju yang berhasil mendapatkan kepala manusia akan diberi tato dibagian
betisnya yang menunjukan bahwa anak ini sudah menjadi dewasa. Ada alasan lain
yang dilakukan dayak ngaju zaman dahulu untuk mengayau adalah untuk keperluan
upacara “Tiwah” . Tiwah adalah upacara membersihkan tulang-belulang leluhur
untuk diantar ke sorga/ langit ke-7. Kepala manusia ini akan digantung di
sangkaraya (pusat upacara tiwahnya) kemudian dikubrukan di dekat “sandung” atau
rumah kecil tempat menaruh tulang-belulang leluhur yang ditiwahkan, dan jika orang
tersebut memiliki “jipen” /atau budak, maka si-jipen ini juga akan turut
dibunuh.
·
Filosofi
Tari kinyah ialah jenis
tarian yang dipertontonkan kepada para tamu yang hadir dalam suatu acara
tertentu dan merupakan tarian yang bernuansa keperkasaan seorang pahlawan dalam
perang. Tarian ini bisa dilakukan oleh seorang laki-laki atau perempuan. Sambil
menari penari memegang mandau dan telabang, kadang masih dilengkapi dengan
sumpitan. Tari kinyah merupakan tradisi yang biasa dilaksanakn di daerah suku
dayak, katingan, dan kahayan.
·
Sifat dan Hubungan Suku Dayak Ngaju
Menurut Tangdililing (1984)
adanya unsur-unsur atau peninggalan kebudayaan Cina dalam masyarakat Dayak
menunjukkan bahwa hubungan antara orang Dayak dengan orang Cina telah
berlangsung sejak lama. Dalam penggunaan bahasa, banyak istilah atau kata yang
bersumber dari bahasa (Cina) Khek yang digunakan oleh orang Dayak, yang
dianggap sudah milik mereka mulai dari nama perabot rumah tangga sampai pada
nama orang, seperti cung (gelas), po sut (korek api), sedangkan nama orang,
Ahiong, Aliang dan Aheng. Begitu juga dengan nama-nama daerah seperti Pak Unam
(Pakuman), Liongkong (Lie Ong Khong), dan Tainam (Tai Nam) di Kabupaten Sambas
dan Pontianak pada umumnya berasal dari bahasa Cina. Kebiasaan menikmati
minuman keras, seperti arak di kalangan orang Dayak, menurut Tangdililing
(1984) pada mulanya merupakan kebiasaan orang Cina, akan tetapi lambat laun kebiasaan
tersebut berpengaruh terhadap orang Dayak melalui pergaulan yang berlangsung di
antara mereka. Selain itu, menurut Djuweng (1996) sejumlah besar kaum tua Cina
dan Dayak percaya bahwa pada masa lalu terjadi asimilasi secara besar-besaran
antara orang Dayak dan Cina.
·
Atribut dan Analisis Pakaian Tari Suku Ngaju
Dengan ciri khas utama
properti Mandau (senjata khas suku dayak). Dan bulu burung Enggang yang terikat
di lawung (ikat kepala), burung Enggang adalah jenis burung yang dianggap
keramat bagi suku dayak. Ada satu properti lagi dalam tari mandau, yaitu
Talawang (perisai) yang digunakan untuk melindungi diri pada waktu perang. Orang dayak asli juga membuat tatto di
tubuhnya, bukan bermaksud mengikuti tren masa kini, tetapi tatto yang dilukis
di tubuh orang Dayak asli mempunyai arti tersendiri sesuai dengan kepercayaan
dalam adat suku dayak. Jadi seandainya liat foto-foto orang dayak yang membawa
mandau dan memainkan mandau dengan berbagai gaya, seolah-olah suku dayak adalah
orang-orang yang memiliki karakter yang kejam dan bengis, apalagi kalau
mendengar tragedi-tragedi yang pernah terjadi di Kalimantan. Namun tidak lah
demikian, karena sifat dan karakter orang Dayak asli pedalaman justru
sebaliknya, mereka memiliki sifat sabar dan ramah bahkan pemalu, karena cukup
sulit membujuk orang Dayak pedalaman untuk mau di foto.